TEAMS-GAMES-TOURNAMENT
(TGT)
Teams-Games-Tournament
is one of the team learning strategies designed by Robert
Slavin for
review and mastery learning of material. Slavin has found that TGT increased
basic
skills,
students’ achievement, positive interactions between students, acceptance of
mainstreamed
classmates and self-esteem.
Overview
Students learn
material in class; this can be taught traditionally, in small groups,
individually,
using activities, etc. The heterogeneous Study Teams review the
material, then
students compete in academically homogeneous Tournament Teams.
Students bring
from 2-6 points back from their tournament to their Study Teams. Points
are totalled and
normalized (for a group size of 4). It is the Study Team which is
successful. It
should be noted that the Tournament is based on material often for which there
is a specific
correct answer.
Teams Games-Tournaments (TGT) pada
mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards. Dalam TGT, para
siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang terdiri atas empat orang yang
heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka
untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran (Slavin,
2008). Secara umum, pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar
yang terdiri atas siklus regular dari aktivitas pembelajaran kooperatif. Games
Tournament dimasukkan sebagai tahapan review setelah setelah siswa bekerja
dalam tim (sama dengan TPS).
Dalam
TGT siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan
poin bagi skor timnya. Siswa memainkan game ini bersama tiga orang pada
“meja-turnamen”, di mana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah
para siswa yang memiliki rekor nilai IPA terakhir yang sama. Sebuah prosedur
“menggeser kedudukan” membuat permainan ini cukup adil. Peraih rekor tertinggi
dalam tiap meja turnamen akan mendapatkan 60 poin untuk timnya, tanpa
menghiraukan dari meja mana ia mendapatkannya. Ini berarti bahwa mereka yang
berprestasi rendah (bermain dengan yang berprestasi rendah juga) dan yang
berprestasi tinggi (bermain dengan yang berprestasi tinggi) kedua-duanya
memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tim dengan tingkat kinerja
tertinggi mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya. TGT
memiliki dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Teman
satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan
mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain,
tetapi sewaktu siswa sedang bermain dalam game temannya tidak boleh membantu,
memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.
Permainan
TGT berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi
angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu dan berusaha untuk menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan angka yang tertera. Turnamen ini memungkinkan
bagi siswa untuk menyumbangkan skor-skor maksimal buat kelompoknya. Turnamen
ini juga dapat digunakan sebagai review materi pelajaran. Dalam Implementasinya
secara teknis Slavin (2008) mengemukakan empat langkah utama dalam pembelajaran
dengan teknik TGT yang merupakan siklus regular dari aktivitas pembelajaran,
sebagai berikut:
- Step 1: Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran.
- Step 2: Belajar Tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi. I (nomor tertinggi) dan yang lain menjadi penantang I dan II.
- Step 3: Turnamen, para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta (kompetisi dengan tiga peserta).
- Step 4: Rekognisi Tim, skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan
Pelaksanaan games dalam bentuk turnamen dilakukan dengan prosedur, sebagai
berikut:
- Guru menentukan nomor urut siswa dan menempatkan siswa pada meja turnamen (3 orang , kemampuan setara). Setiap meja terdapat 1 lembar permainan, 1 lbr jawaban, 1 kotak kartu nomor, 1 lbr skor permainan.
- Siswa mencabut kartu untuk menentukan pembaca
- Pembaca I menggocok kartu dan mengambil kartu yang teratas.
- Pembaca I membaca soal sesuai nomor pada kartu dan mencoba menjawabnya. Jika jawaban salah, tidak ada sanksi dan kartu dikembalikan. Jika benar kartu disimpan sebagai bukti skor.
- Jika penantang I dan II memiliki jawaban berbeda, mereka dapat mengajukan jawaban secara bergantian.
- Jika jawaban penantang salah, dia dikenakan denda mengembalikan kartu jawaban yang benar (jika ada).
- Selanjutnya siswa berganti posisi (sesuai urutan) dengan prosedur yang sama.
- Setelah selesai, siswa menghitung kartu dan skor mereka dan diakumulasi dengan semua tim.
- Penghargaan sertifikat, Tim Super untuk kriteria atas, Tim Sangat Baik (kriteria tengah), Tim Baik (kriteria bawah)
- Untuk melanjutkan turnamen, guru dapat melakukan pergeseran tempat siswa berdasarkan prestasi pada meja turnamen.
Keunggulan
dan Kelemahan Pembelajaran TGT
Riset
tentang pengaruh pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran telah banyak
dilakukan oleh pakar pembelajaran maupun oleh para guru di sekolah. Dari
tinjuan psikologis, terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa
metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan
tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Dua
teori utama yang mendukung pembelajaran kooperatif adalah teori motivasi dan
teori kognitif.
Menurut
Slavin (2008), perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif terutama
memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan di mana para siswa bekerja.
Deutsch (1949) dalam Slavin (2008) mengidentifikasikan tiga struktur
tujuan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
- kooperatif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi konstribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain.
- kompetitif, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.
- individualistik, di mana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsenkuensi apa pun bagi pencapaian tujuan anggota lainnya.
Dari
pespektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi
di mana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka
adalah jika kelompok mereka sukses. Oleh karena itu, mereka harus membantu
teman satu timnya untuk melakukan apa pun agar kelompok berhasil dan mendorong
anggota satu timnya untuk melakukan usaha maksimal.
Sedangkan
dari perspektif teori kognitif, Slavin (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif menekankan pada pengaruh dari kerja sama terhadap pencapaian tujuan
pembelajaran. Asumsi dasar dari teori pembangunan kognitif adalah bahwa
interaksi di antara para siswa berkaitan dengan tugas-tugas yang sesuai
mengingkatkan penguasaan mereka terhadap konsep kritik. Pengelompokan siswa
yang heterogen mendorong interaksi yang kritis dan saling mendukung bagi
pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan atau kognitif. Penelitian psikologi
kognitif menemukan bahwa jika informasi ingin dipertahankan di dalam memori dan
berhubungan dengan informasi yang sudah ada di dalam memori, orang yang belajar
harus terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari
materi. Salah satu cara elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan
materinya kepada orang lain.
Namun
demikian, tidak ada satupun model pembelajaran yang cocok untuk semua materi,
situasi dan anak. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi
penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan
pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat
direspon beragama oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini,
pembelajaran kooperatif dengan teknik TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan
dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek
psikologis bagi siswa. Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset
tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang
secara inplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai
berikut:
- Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional.
- Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan.
- TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
- TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit)
- Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak.
- TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
Sebuah
catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa
nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian,
guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat
pencapaian belajar siswa secara individual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar